Review Hangout: Eksperimen yang Setengah-setengah

Hangout bisa dibilang adalah eksperimen Raditya Dika. Selama dirinya berkarier di dunia film, baru kali ini Dika membuat film bergenre thriller-komedi. Genre ini memang bukan perpaduan yang baru, namun tetap saja cukup menarik untuk disimak. Dalam Hangout Dika kembali menjadi sutradara, penulis, sekaligus bintang utama. Triple job yang tak mudah, namun baginya sudah menjadi ciri khas tersendiri.

Berhasil menarik kurang lebih 2 juta penonton dalam 1 bulan pertama penayangannya, saya mulai merasa kalau Hangout bisa jadi tontonan yang layak. Awalnya saya sama sekali tak tertarik, apalagi setelah kecewanya saya di Koala Kumal (2016), membuat saya sedikit antipati pada Raditya Dika. Namun akhirnya perubahan rencana tepat sebelum saya memesan tiket, membuat saya akhirnya mau mencoba film ini.

Well, saya agak menyesali perubahan rencana itu. Berbanding terbalik dengan komentar banyak orang di media sosial yang mengaku puas dengan film ini. Saya malah merasa Hangout gagal menawarkan twist yang tepat dengan genre semenarik ini. Saya tidak puas, namun saya masih bisa mengapresiasi usaha Dika untuk mencoba genre yang berbeda. Tidak mudah memang untuk membangun konsistensi komedi yang menarik yang dicampurkan dengan thriller mencekam plus twist yang tepat. Walaupun begitu, saya tetap bisa menyebut diri saya sendiri sebagai pengikut Dika yang setia karena selera humornya yang cocok dengan saya.

 

2

Saya sudah mengikuti karier Dika sejak awal buku Kambing Jantan terbit. Disitulah saya jatuh cinta. Dika bisa menawarkan komedi yang cerdas sekaligus menjijikan yang membuat saya gila. Dan ia berhasil mempertahankan itu. Namun semenjak masuk ke ranah film, entah mengapa ia tak sebaik memproduksi buku. Saya sangat mencintai Marmut Merah Jambu (2014) tapi sangat kecewa oleh Koala Kumal. Hangout kali ini berada di antaranya.

Hangout punya ide cerita menarik “terjebak di pulau terpencil lalu terbunuh satu per satu”. Thriller dan komedi cukup sulit digabungkan. Kadang berhasil keduanya, kadang berhasil salah satu, atau malah tidak berhasil sama sekali. Kali ini Dika hanya sukses lagi-lagi lewat komedi. Jajaran cast yang cukup baik, didukung dengan dialog yang sangat khas Dika.

3

 

Sedangkan thrillernya, terjun bebas. Dika gagal membangun plot twist yang tepat, yang seharusnya menjadi sebuah ciri khas film thriller. Namun bicara soal ketegangan, saya cukup bisa merasakannya. Satu-satunya hal yang berhasil ia bangun lewat thrillernya. Dalam beberapa adegan berhasil membuat saya agak bersembunyi sedikit di ketiak orang sebelah saya. Namun beberapa adegan yang lain, hanya mengalir seperti air. Tak ada yang istimewa. Berantakannya penulisan thriller juga kadang kala membuat komedinya tak bisa saya terima. Seperti saat Bayu Skak terjatuh sambil terus bicara di kamera, seharusnya itu jadi adegan menegangkan dengan sedikit komedi. Namun anehnya saya sama sekali tak tertawa.

Kesalahan utama Dika mungkin adalah plot twist yang gagal. Saya dan teman saya bahkan sudah bisa menduga siapa pembunuh sebenarnya sejak film awal bergulir. Penulisan thriller yang terkesan berantakan dan masih seperti sinetron atau ftv biasa, membuat film ini sulit berkembang. Setiap saya menonton genre thriller, hanya satu yang saya harapkan, adegan di mana saya mampu membuka mata saya lebar-lebar dan duduk jauh lebih maju. Hangout tak memiliki itu.

Namun selebihnya, pembagian komedi yang cukup rata pada semua cast cukup berhasil. Beberapa lawakan berhasil membuat saya terbahak. Khususnya pada paruh pertama film yang berhasil menunjukkan karakteristik setiap karakter. Cast yang menurut saya tampil menawan adalah Dinda Kanya Dewi dan Surya Saputra. Mereka tampil bak langit dan bumi dengan karakter asli mereka. Dinda sebagai cewek jorok yang bisa makan nasi campur bau ketiaknya sendiri. Pun Surya yang tampil seperti pria metroseksual, karakter yang belum pernah saya lihat muncul dari dirinya. Tak diragukan, Dinda dan Surya amat sangat membantu komedi Dika. Apalagi dengan akting Dinda dan Surya yang gila, setiap karakter diberikan kesempatan untuk ngelucu. Lumayan buat saya, sebagian besar berhasil membuat saya terhibur.

4

 

Namun mulai masuk ke paruh kedua, ketika mereka sudah samapi di Pulau Hiu dan bertemu dengan Prilly yang ternyata sudah sampai lebih dulu di sana (ini kesalahan terbesar Dika sebenarnya), film mulai terasa aneh. Thriller diluncurkan setengah-setengah. Komedi terlihat dipaksakan di beberapa kesempatan. Walaupun memang saya akui Dika cukup pintar dalam memanfaatkan lokasi sekitar untuk dijadikan arena “Hunger Games”. Musik dan scoring yang tepat berhasil membuat penonton agak tegang dan terkejut.

Hangout secara keseluruhan terselamatkan selain oleh komedinya juga oleh jajaran castnya. Selain Dinda dan Surya, saya sangat suka karakter Soleh Solihun dan Dika sendiri. Sepertinya mereka memang “pasangan emas”. Menarik melihat chemistry keduanya. Pun begitu dengan Gading Marten, Titi Kamal, dan Bayu Skak. Mereka cukup rapi dan berhasil membawakan komedi yang tepat. Apalagi dengan adanya pembagian komedi merata dalam paruh pertama. Namun sayangnya tak semua cast bermain rapi. Dua karakter yang menurut saya penulisannya paling lemah. Mathias Muchus dan Prilly Latuconsina. Bicara tentang Mathias Muchus, ya dia aktor senior dengan segudang pernghargaan. Namun entah mengapa saya tak merasa ia cocok bermain di Hangout. Karakternya datar, tak lucu, dan tak menarik. Prilly bahkan tak lebih baik. Penulisan karakternya aneh, masih terasa seperti sinetron. Berantakan. Ia pun tak bisa menjiwai perannya. Bahkan saya sempat merasa ia tak cocok bermain di genre ini.

5

 

Sebagai film thriller-komedi Dika memang tak bisa dibilang gagal namun juga tak bisa dibilang berhasil. Jika dibilang menikmati, ya saya menikmati. Namun jika menyukai, well bisa dibilang film ini belum bisa menembus batas minimal yang saya buat khusus untuk film Dika. Hangout tak sebagus Marmut Merah Jambu.

Hangout adalah eksperimen yang tanggung, twist yang gagal, namun punya komedi yang menusuk. Namun Dika berhasil membuktikan kalau ia berani keluar zona nyamannya, dengan komedi patah hati yang itu-itu saja, dan mencoba genre thriller-komedi yang cukup gila. (SNK)

Leave a comment